Pertempuran Hutan Teutoburg, Kekalahan Romawi 'Ditusuk dari Belakang'
Suku Jermanik yang menempati dataran utara Pegunungan Alpen sangat terpecah-pecah pada masa kejayaan Romawi di sisi selatan. Hal ini memudahkan bagi Kekaisaran Romawi untuk menguasai mereka dengan beberapa di antaranya menjadi sekutu, yang lainnya dijadikan musuh, dan ada juga yang memilih netral.
Kekuasaan Romawi pun maju mencapai sungai Rhine dan Elbe, lalu menamainya sebagai provinsi Germania, berkat kelihaiannya Tiberius (42 SM-37 M) yang kelak menjadi kaisar. Pada tahun 6 Masehi, Publius Quinstilius Varus ditunjuk menjadi gubernur untuk memastikan perbatasan itu aman dan terkendali.
Sejarawan perang Rupert Butler bersama rekan-rekan di Perang yang Mengubah Sejarah, Buku Pertama: dari Pertempuran Megiddo (1457 SM) hingga Bleinhem (1704) menulis, menjaga perbatasan dari suku Jermanik yang menjadi musuh Romawi sebenarnya mudah.
"Kuncinya adalah kerja sama dengan suku-suku lokal seperti Cherusci, yang dapat mengerahkan sejumlah besar orang yang mampu bertempur," tulis mereka.
"Sementara pemberontakan dan oposisi lokal dapat ditindas dengan mudah, sangat penting agar Varus membangun suatu hubungan jangka panjang dengan para ketua suku, mengadu domba mereka dan perlahan-lahan membangun suatu 'ketertiban alami' di perbatasan."
Namun, dibandingkan menjaga keharmonisan dengan sekutunya, Varus justru mengambil kebijakan pajak yang berat sehingga membuat kemarahan suku-suku Jermanik. Varus dinilai sangat angkuh membuat suku-suku Jerman memberontak, dan kebijakan itu mencoreng kebudayaan Jermanik.
Musim panas 9 Masehi, Varus dengan sekutunya masih terus-terusan mengurus pemberontakan suku-suku Jermanik. Pemberontakan ini justru menjadi operasi militer yang membuat orang-orang Jermanik jengah dengan kelakuan Varus.
Arminius dari Cherusci akhirnya memutuskan untuk menyingkirkan orang Romawi dari perbatasan. Walau nampak sikap demikian, Varus masih mengabaikan kemungkinan suku itu akan melawan dan masih menganggapnya sebagai sekutu dekat, sehingga tidak ada persiapan.
"Dia (Varus) bergantung pada pemandu dan pengintai dari suku Cherusci [untuk memantau suku Jermanik musuh] dan tidak berusaha menjaga dirinya dari kemungkinan pembelotan," terang Butler dkk.
Selanjutnya, Varus mendekati perkemahan musim dinginnya ketika operasi militer hampir berakhir. Pasukan Romawi dan Cherusci berjalan masuk ke dalam hutan Teutoburg yang lebat seperti hujan yang dihadapi mereka saat itu. Akibatnya, mereka harus bersusah payah untuk mempertahankan formasinya yang diikuti dengan banyak prajurit yang tersesat dan tepencar.
"Saat itulah, serangan pun dimulai," tulis Butler dkk. "Formasi mereka (Romawi) tidak efektif, komando dan kontrol mereka benar-benar berantakan."
Suku-suku Jerman langsung menghadapi mereka di sana dengan 'peperangan asimetris', yakni konsep menghadapi pasukan yang lebih maju persenjataan dan taktik bertempurnya tetapi menghilangkan sejumlah keberuntungan agar membuat musuh kalah.
Misalnya, dua kekuatan bertemu di laut. Di satu sisi pihak memiliki kapal besar dengan persenjataan canggih, sedangkan yang lemah menyerang kapal-kapal perdagangan itu agar memutus pasokan karena percuma menghadapi musuh yang kuat secara langsung.
Pasukan Romawi memang gigih karena pelatihan, tetapi kondisi di hutan Teutoburg sangatlah rumit, bahkan pengirim pesan untuk komunikasi bisa dengan mudah terbunuh dalam penyergapan besar ini. Awalnya Romawi berharap suku-suku Jermanik yang jadi sekutunya akan membantu, tetapi "mimpi buruk" ini tak ada harapan. Bahkan, sekutu yang mereka harapkan justru menyerang mereka.
Di tengah hutan, Varus menginstruksikan pasukannya untuk bertahan dan membuat benteng pertahanan dengan kayu dan pohon. Akan tetapi karena serangan suku-suku Jermanik membuat benteng ini menjadi penjara.
Melihat tidak adanya peluang dan banyak pasukannya melarikan diri, Varus bunuh diri. Kepalanya kemudian diserahkan kepada Kaisar Agustus di Roma sebagai kabar kekalahan. Para tribune dan centurion dibunuh suku-suku Jerman sebagai kurban kepada para dewa-dewi, serta beberapa pasukan ditawan dan diperbudak.
Setelah pertempuran berakhir, berkali-kali Romawi berusaha merebut kembali legiun yang hilang akibat insiden. "Kembalikan legiunku lagi," seru Agustus. Namun usaha itu sia-sia karena suku-suku Jermanik akan menghancurkannya kembali.
Perbatasan didirikan di sepanjang Rhein. "Ini bukan tujuan awal Romawi, yang menginginkan seluruh Germania digabungkan ke dalam kemaharajaan. Namun setelah peristiwa Hutan Teutoburg, hal ini mustahil dapat dicapai," jelas Butler dkk. Sementara Arminius dikenang sebagai pahlawan Jerman saat ini.
Post a Comment