Pertempuran Megiddo, Metode dan Teknologi Pertama dalam Sejarah Perang
Peradaban manusia sejak dulu dipenuhi dengan perang antara berbagai kekuasaan, dari sistem kerajaan hingga negara seperti saat ini. Berkat perang dan pertempuran yang pernah terjadi, peradaban manusia juga melahirkan banyak penemuan seperti alat perang, metode, hingga taktik untuk mengalahkan musuh.
Tercatat dalam sejarah sebagai perang pertama yang melakukan pengembangan teknologi dan metode adalah perang Megiddo. Perang ini menghadapkan kerajaan Mesir kuno dan kerajaan-kerajaan bangsa Kanaan yang saat itu masih di bawah kekuasaan bangsa Mesir.
Seorang sejarawan bernama Rupert Butler dan timnya dalam buku Perang yang Mengubah Sejarah, Buku Pertama: dari Pertempuran Megiddo (1457 SM) hingga Bleinheim (1704), menyebutkan bahwa konflik tersebut diawali sejak firaun Hatshepsut wafat pada 1457 SM. Kematiannya mengakibatkan mahkota harus diturunkan kepada Thutmose III yang saat itu masih terlalu muda menjadi firaun. Momen tersebut menjadi peluang bagi bangsa Kanaan yang ingin memerdekakan diri dari kekuasaan bangsa Mesir kuno.
"Ia (Thutmose III) mendapatkan kabar mengenai masalah yang terjadi di Kanaan. Di kawasan tersebut terdapat banyak kerajaan kecil yang menjadi negara vassal Mesir," tulis mereka. "Di masa sebelumnya, kekuasaan Mesir diakui di kawasan itu, tetapi kemudian pengaruhnya mulai digantikan oleh para pangeran asing. Para pangeran di kawasan tersebut memberontak di bawah kepemimpinan Durusha, raja kadesh."
Meskipun tergolong muda dan sempat menjadi firaun 'boneka' selama beberapa dekade di bawah kekuasaan ibunya, Thutmose III tidak bisa dianggap remeh. Sebab sebelumnya ia sudah menjadi panglima tentara selama bertahun-tahun.
Merespon memberontaknya bangsa Kanaan yang berbasis di kota Megiddo, Thutmose III bersama sekitar 20.000 pasukannya untuk menginvasi kota tersebut.
Kereta perang tentara Mesir kuno adalah kekuatan utama dalam setiap perang. Teknologi yang sebenarnya pertama kali diciptakan di Kanaan tersebut digunakan sebagai tahap uji coba pertama kali oleh Thutmose III untuk menginvasi bangsa Kanaan itu sendiri.
Menurut Butler dan timnya, meskipun kereta perang tersebut masih berjari-jari empat dan rapuh tapi pasukan Mesir menggunakannya secara efektif.
"Di Megiddo, pasukan Mesir menggunakannya sebagai pasukan penggempur terdepan untuk mengacaukan dan menyerang pasukan Kanaan sebelum mereka siap tempur" tulisnya.
Pengalamannya di dunia militer tersebut melahirkan hal baru dalam merencanakan metode perperangan, yakni mengadakan pertemuan dewan perang yang diisi oleh para jenderal yang ditunjuknya. Pertemuan ini diadakan saat pasukan Mesir tersebut berkemah di Gaza untuk memutuskan melalui celah Aruna yang sempit untuk menuju Megiddo.
Hasil pertemuan dewan tersebut menurut ahli sejarah Mesir kuno, R.O Faulkner dalam tulisannya The Battle of Megiddo dari The Journal of Egyptian Archaeology, rombongan tersebut memutuskan untuk melalui jalur sempit Aruna yang mengharuskan mereka untuk berbaris dalam satu barisan. Akibatnya untuk sampai di Lembah Kina dekat Megiddo, para pasukan Mesir harus membongkar dan mengangkut kereta perang mereka satu per satu.
"Dengan mengambil jalan Aruna, dia tidak hanya memilih jalan terpendek ke tujuannya, tetapi juga keluar dari sayap kanan musuhnya (yang menunggu diujung rute lain)" tulis Faulkner.
Keesokan harinya pasukan Mesir muncul dari ujung celah Aruna dan terbelah menjadi dua sayap, sehingga koalisi Kanaan yang dipimpin Durusha terjepit.
"Sayap kirinya berada di dekat kota Megiddo, sementara sayap kanannya bertumpu di sebuah bukit di anak sungai Kina." terang Butler dkk.
Kedatangan pasukan Mesir ini tidak diduga oleh pasukan koalisi Kanaan, mengakibatkan para pangeran Kanaan panik dan tidak terkoordinir. Tentara Mesir pun mulai menyerang mereka dengan tembakan panah dari kereta-kereta perang yang menuruni bukit.
Meskipun Durusha berhasil kabur, perang ini berhasil dimenangkan oleh Mesir setelah 7 bulan mengepung kota Megiddo. Pasukan Mesir juga mendirikan parit dan tembok tepat di sekeliling kota agar penduduk kota tak bisa keluar.
"Tuthmose III pantas bangga atas kemenangannya, dan banyak prasasti lainnya di masa kekuasaannya menceritakan kejadiannya," tulis Faulkner.
Setelah penaklukan tersebut, Thutmose III membaiat sumpah setia, menawan sebagian pemberontak, dan mengangkat gubernur baru di kawasan Kanaan.
"Sepanjang kampanye militer, Thutmose menganggap kejadian tersebut sebagai pertempuran pertamanya," tulis Butler. "Kemungkinan ia mengharapkan lebih banyak kampanye militer lagi."
Post a Comment