Ancaman Bencana di Balik Mencairnya Es di Antartika
Antartika dan Greendland adalah wilayah kutub dunia yang menjadi pusat es beku. Selama bertahun-tahun, bahkan selama berabad-abad, es beku di sana tetap kukuh. Namun, perkembangan zaman yang makin buruk, meningkatnya polusi dan karbondioksida, serta bocornya lapisan ozon yang menyebabkan cuaca panas terus menerus, menjadikan es di sana mulai mencair.
Yang menajdi masalah, jumlah es beku di Greendland dan Antartika tidak sekecil es sebagaimana di kulkas rumah kita. Es beku di sana setinggi berkilo meter, dengan luas yang sama berkilo meter. Jika es beku itu mulai mencair, maka dampaknya sangat mengerikan. Akan terjadi banjir besar yang tidak hanya melanda satu wilayah, tapi hampir seluruh dunia.
Lalu apa yang terjadi jika lapisan es di Greenland dan Antartika benar-benar mencair? Kota mana saja yang akan tenggelam karena banjir? Apakah Indonesia juga terancam?
Para ilmuwan NASA saat ini sedang mengembangkan sebuah alat simulasi dari Jet Propulsion Lab. Alat bernama Gradient Fingerprint Mapping (GFM) ini bisa mengukur dan memantau kota-kota yang paling terpengaruh oleh kenaikan dan penurunan permukaan laut.
Alat tersebut juga mampu memprediksi kota mana saja yang terkena dampak ketika lapisan es mencair. Dengan peralatan tersebut, NASA bisa melihat dan memperkirakan bagaimana es yang mencair terdistribusi secara global.
Penelitian ini sebenarnya bukan baru kali ini dilakukan. Sepanjang abad ke-20, para ilmuwan memantau perubahan gletser Bumi, tapi percepatan yang nyata baru tampak pada abad ke-21.
Sejauh ini, alat NASA tersebut mampu mengidentifikasi beberapa kota besar di setidaknya 30 negara. Hasilnya 300 kota pesisir masuk kategori bahaya, termasuk kota-kota besar seperti New York, London, Los Angeles, Hong Kong, dan Rio De Janeiro.
Adapun beberapa gletser yang diteliti meliputi Gletser Petermann, Gletser Helheim, Aliran Es Greenland Timur Laut, dan Jakobshavn Glacier.
Namun, penelitian yang dimuat dalam jurnal Science Advances memperlihatkan New York dan London akan paling terpengaruh oleh pencairan lapisan es di bagian timur laut Greenland. Kemiringan Bumi saat berputar mengelilingi matahari menggeser air dari tutup lelehan sehingga air tidak menetes lurus ke bawah.
Jadi, bila bagian-bagian itu mencair, maka ada kemungkinan dua kota tersebut akan tenggelam terlebih dulu. Namun bukan berarti negara-negara yang jauh dari kawasan gunung es, seperti Indonesia, tidak akan terkena dampaknya.
Sebaliknya, dampak akan terasa karena efek gravitasi bisa membuat air dari lapisan es menyebar ke seluruh dunia. Jakarta, misalnya, berdasarkan perkiraan para ilmuwan, akan terkena dampak dari peningkatan permukaan laut setinggi 1,713 mm.
Selain Jakarta, daerah lain di Indonesia yang akan terkena dampak adalah Banda Aceh (1,713 mm), Jawa Timur (1,766 mm), Makassar (1,764 mm), Manado (1,780 mm), dan Jayapura (1,747 mm).
Namun tak diketahui kapan bencana ini akan hadir secara nyata, baik dalam waktu dekat atau jauh. Salah seorang ilmuwan senior dari NASA, Dr Erik Ivins, mengatakan saat ini kota-kota dan negara-negara berusaha membangun rencana untuk mengurangi banjir.
Mereka harus berpikir 100 tahun ke depan, dan mereka perlu menilai risiko dengan cara yang sama seperti tindakan perusahaan asuransi. "Alat baru ini memberi jalan bagi mereka untuk mengetahui lapisan es mana yang rawan mencair dan menenggelamkan kota mereka," ujar Dr Erik Ivins.
Penelitian NASA sebelumnya mengatakan bahwa jika es Antartika di bagian barat benua itu mencair, permukaan laut dunia akan naik empat kaki (sekitar 1,2 meter) di seluruh dunia. Namun, pesisir timur AS akan mengalami kenaikan minimal tiga kali lipat dari perkiraan itu.
Sebuah video timelapse yang juga dirilis oleh NASA minggu ini menunjukkan bagaimana Bumi telah berubah dalam dua dekade terakhir. Tampak betapa banyak es di Eropa Utara dan Kanada telah surut dalam 20 tahun terakhir.
Post a Comment