Livia Drusilla, Diva Pertama Romawi yang Ambisius dan Manipulatif
Ketika Anda mendengar kata “diva”, mungkin yang terbersit di benak adalah wanita yang sangat berprestasi dalam bidang seni suara. Masyarakat modern juga menggambarkan diva sebagai seorang artis atau wanita yang glamor dan sukses. Kata "diva" berasal dari bahasa Latin yang berarti "dewi". Di Romawi kuno, seorang diva jauh dari kesan glamor. Salah satu wanita yang terkenal adalah Livia Drusilla, diva pertama Romawi. Sebagai istri kaisar pertama Romawi, Augustus, Livia Drusilla dikenal ambisius dan manipulatif.
Istri ketiga Kaisar Augustus
Lahir pada 30 Januari 58 Sebelum Masehi, Livia Drusilla merupakan putri dari Marcus Livius Drusus Claudianus dan istrinya, Alfidia. Sekitar waktu pembunuhan Julius Caesar, yaitu pada tahun 44 / 43 Sebelum masehi, Livia menikah dengan Tiberius Claudius Nero. Konon, suami pertamanya ini adalah sepupunya. Putra pertamanya, Tiberius, lahir pada 42 Sebelum Masehi.
Pada 39 Sebelum Masehi, Livia mengandung putra keduanya, Drusus. Pada saat yang sama, Oktavianus (yang kemudian dikenal sebagai Augustus) mengatur agar dia menceraikan suaminya, sehingga dia bisa menikahinya.
Augustus sendiri saat itu menikah dengan istri keduanya, Scribonia. “Rupanya, Oktavianus mengatur pernikahan ini karena dia membutuhkan koneksi politik keluarga Livia,” tutur Wu Mingren di laman Ancient Origins.
Anak-anak Livia, Tiberius dan Drusus, terus tinggal bersama ayah kandung mereka. Namun setelah sang ayah meninggal, kedua anak itu tinggal bersama Livia dan Oktavianus.
Pada 27 Sebelum Masehi, Oktavianus diberikan gelar Augustus oleh Senat Romawi. Ini juga menandai awal pemerintahannya sebagai kaisar. Otomatis, Livia Drusilla pun menjadi permaisuri Romawi yang pertama.
Siapa yang akan menjadi penerus kaisar?
Terkait masalah suksesi, Augustus mengesampingkan kedua putra Livia dan lebih memilih anak kandungnya sendiri. Kebetulan, Augustus dan Livia tidak memiliki anak sendiri. Sebaliknya, kaisar memiliki seorang putri, Julia Tua, dengan istri keduanya, Scribonia.
Julia menikah dengan Marcus Claudius Marcellus, keponakan Augustus. Marcellus pun jadi pilihan populer sebagai pewaris takhta. Namun, pada 23 Sebelum Masehi, Marcellus jatuh sakit dan meninggal.
Sejarawan Romawi Cassius Dio melaporkan bahwa Livia dituduh terlibat dalam kematian Marcellus agar putranya menjadi pewaris takhta. Namun sejarawan Romawi itu meragukan tuduhan terhadap Livia. Pasalnya, wabah penyakit merebak di Romawi saat itu dan menimbulkan banyak korban jiwa.
Dua tahun setelah kematian Marcellus, Livia menikah lagi dengan Marcus Vipsanius Agrippa. Agrippa merupakan teman dekat kaisar, dan tangan kanannya. Otomatis, ia pun berpeluang menjadi ahli waris Augustus.
Pernikahan ini menghasilkan tiga putra, Gaius Caesar, Lucius Caesar, dan Agrippa Postumus, serta dua putri, Julia Muda, dan Agrippina Tua. Dua putra Julia diadopsi oleh Augustus dan menjadi pewaris takhta. Sayangnya, Gaius dan Lucius meninggal pada usia muda, yang pertama pada 4 Masehi dan yang terakhir pada 2 Masehi.
Sekali lagi, Livia diduga terlibat dalam kematian ahli waris Augustus. Sejarawan Romawi lainnya, Tacitus, juga berpendapat bahwa Gaius dan Lucius adalah korban dari rencana jahat Livia.
Putra Livia Drusilla, Tiberius, diadopsi Augustus dan menjadi pewaris
Akibat kematian Gayus dan Lucius, Tiberius akhirnya diadopsi oleh Augustus sebagai ahli warisnya pada tahun 4 Masehi. Namun Augustus memberi syarat bahwa Tiberius harus menunjuk Germanicus sebagai ahli warisnya.
Setelah kematian menantu Augustus, Tiberius pun dipaksa menceraikan istrinya dan menikahi Julia. Meski niatnya untuk memperkuat posisi kaisar, pernikahan ini tidak membuat keduanya bahagia.
Di sisi lain, Augustus juga mengadopsi putra Julia yang masih hidup, satu-satunya cucu kandung yang tersisa. “Namun kemudian, ia diasingkan. Menurut Tacitus, Livia-lah yang bertanggung jawab dalam hal ini,” tambah Mingren.
Bagaimanapun, Agrippa Postumus, sebagai cucu kandung Augustus, dianggap sebagai ancaman bagi posisi Tiberius. Oleh karena itu, pada saat kematian Augustus pada tahun 14 Masehi, Agrippa Postumus dibunuh.
Baik Tacitus dan Dio melaporkan bahwa sebelum kematian Augustus, kaisar pergi mengunjungi Agrippa Postumus di Planasia, dan keduanya hampir sepenuhnya berdamai. Kedua penulis juga menulis bahwa tak lama setelah itu, Augustus jatuh sakit, dan meninggal, dan bahwa Livia dicurigai memiliki andil dalam kematian kaisar.
Benarkah Livia Drusilla membunuh suaminya, sang kaisar?
Menurut Dio, ada desas-desus bahwa Livia takut Augustus akan segera membawa cucunya kembali. Karena itu, dia merencanakan kematian kaisar. Dio juga memberikan cerita penuh warna bagaimana Livia meracuni suaminya,
“Ia mengolesi beberapa buah ara yang masih ada di pohon dengan racun. Augustus biasa mengumpulkan buahnya dengan tangannya sendiri,” tulis Dio.
Tiberius, kaisar yang bertentangan dengan sang ibu
Dengan kematian Agrippa Postumus, posisi Tiberius sebagai kaisar pun terjamin. Sebagai ibu dari kaisar baru, Livia sangat berpengaruh. Namun hubungan keduanya tidak baik.
Tacitus mengungkapkan bahwa Tiberius dan Livia memiliki hubungan baik pada tahun-tahun awal pemerintahan. Namun seiring berjalannya waktu, kebencian antara keduanya tidak bisa disembunyikan lagi. Dio, di sisi lain, mencatat bahwa Tiberius membenci Livia sejak awal pemerintahannya.
Meskipun Tiberius berusaha menyingkirkan pengaruh ibunya terhadapnya, ia tidak berhasil melakukannya. Satu-satunya hal yang dapat dilakukan Tiberius untuk melepaskan diri dari genggaman ibunya adalah pensiun ke pulau Capri. Menurut Tacitus dan Dio, karena Tiberius tidak tahan lagi dengan ibunya, dia meninggalkan Roma ke Capri.
Pada tahun 22 Masehi, Livia jatuh sakit dan Tiberius bergegas kembali ke Roma untuk berada di sisinya. Livia selamat dari penyakit ini dan hidup selama beberapa tahun lagi. Pada tahun 29 Masehi, Livia jatuh sakit lagi dan meninggal. Kali ini, Tiberius tetap di Capri dan tidak menghadiri pemakaman ibunya.
Livia dinobatkan sebagai diva oleh cucunya
Tiberius tidak berbuat banyak untuk menghormati ibunya setelah kematiannya. “Dia juga tidak membaringkan tubuhnya. Juga tidak membuat pengaturan sama sekali untuk menghormatinya. Ketika Senat berencana untuk mendewakan Livia, tetapi Tiberius melarangnya,” tulis Dio.
Baru pada tahun 42 Masehi pada masa pemerintahan cucunya Claudius, kehormatan Livia dipulihkan. Ia pun dinobatkan sebagai dewi. Sebagai peringatan, koin dicetak menggambarkan Diva Augusta (Augusta Ilahi).
Livia Drusilla dianggap sebagai istri dan ibu yang manipulatif dan ambisius
Jika para sejarawan kuno dapat dipercaya, Livia Drusilla adalah individu manipulatif yang menempatkan putranya Tiberius di atas takhta. Untuk mencapai tujuannya, sang diva melenyapkan semua saingan putranya. Terlepas dari semua yang telah dia lakukan untuknya, sifat dominan Livia akhirnya mengasingkannya dari putranya.
Selain Augustus, semua kaisar dari dinasti ini adalah keturunannya—Tiberius adalah putranya; Caligula, cicitnya; Claudius, cucunya; dan Nero, cicitnya.
Teladan bagi para wanita Romawi
Pembunuhan Julius Caesar membuat Oktavianus tidak ingin tampil menonjol. Menurutnya, untuk menghindari pembunuhan, ia tidak boleh menjadi bintang seperti Caesar. Livia pun mengikuti jejak sang suami dan memainkan peranannya dengan baik.
Ia membuat sendiri pakaiannya dan tidak mengenakan perhiasan mewah. Dengan setia, Livia mengerjakan tugas-tugas rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Livia menjadi penasihat kepercayaan suaminya.
Melihat kesetiaan sang permaisuri, Livia diberi kebebasan mengatur keuangannya, sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh wanita Romawi. Patung-patung untuk menghormati Livia pun dibuat.
Terlepas dari catatan sejarah tentangnya, bagi orang Romawi, Livia Drusilla dipandang sebagai diva teladan kecerdasan, kecantikan, dan martabat.
Post a Comment